Jumat, 08 Maret 2013

Uniknya Kuliner Tanjungpinang

REP | 12 May 2012 | 22:09 Dibaca: 1222   Komentar: 0   Nihil
Selain Pulau Penyengat dan keindahan alamnya, satu hal yang membuat saya rindu untuk selalu mengunjungi Tanjungpinang adalah karena kota ini memiliki banyak sekali kuliner khas. Sebagai sebuah ibukota provinsi kota Tanjungpinang telah menarik berbagai macam etnis untuk tinggal dan memperkaya ragam kuliner di Tanjungpinang. Selain etnis Melayu sebagai etnis tempatan (pribumi) terdapat etnis Tionghoa, Jawa, Batak, Minangkabau dan etnis lain disini. Semuanya hidup membaur dalam toleransi. Berikut ini beberapa kuliner khas Tanjungpinang yang bisa dicoba.
Kopi o, teh o, teh o beng
Seperti Aceh dan Belitong masyarakat Tanjungpinang gemar menghabiskan waktu di kedai kopi. Secangkir kopi telah menjadi alat pemersatu antara dua orang yang awalnya tidak saling mengenal menjadi kawan akhrab hanya bermodal kopi. Setiap orang bisa berlama-lama duduk di warung kopi tanpa harus takut diusir oleh pemilik warung. Jika sedang berada di Tanjungpinang atau di Kepulauan Riau pada umumnya kita bisa memesan kopi dengan istilah kopi O untuk kopi panas. Jika tidak biasa minum kopi bisa juga memesan teh O beng (es teh manis) atau teh O (teh panas). Sebutan yang cukup unik.

Melayu Square
Meskipun mengandung kata square tempat ini bukanlah sebuah alun-alun, plaza atau pusat perbelanjaan sekalipun. Melayu Square adalah pujasera di Tepi Laut, Tanjungpinang dengan suasana pantai yang menyediakan berbagai macam makanan terutama makanan Melayu dan Tionghoa dan seafood. Seafood dari Kepulauan Riau dikenal memiliki citarasa yang enak karena ikan yang diolah masih segar baru ditangkap dari laut.

Seafood andalan di Melayu Square adalah gonggong. Gonggong adalah siput laut endemik yang hanya hidup di perairan Kepualauan Riau. Cara memasaknya sangat sederhana yaitu direbus beserta rumah cangkangnya sampai matang dan dihidangkan dengan dengan sambal kecap atau saus pedas. Cara memakannya juga unik.  Gonggong ditarik keluar menggunakan tusuk gigi kemudian dicocolkan ke sambal.

Saya hanya sekali mencicipi gonggong. Rasanya gurih dan agak kenyal mirip cumi. Satu hal yang membuat saya jijik dengan gonggong adalah hewan ini mengeluarkan lendir ketika dikeluarkan dari cangkang. Namun kawan saya yang penggila seafood sejati mengatakan hal itu bukan masalah justru menambah kenikmatan makan gonggong. Okelah, selera orang beda-beda hehe.
Otak-otak
Meski bisa ditemukan di berbagai tempat, saya berpendapat otak-otak Tanjungpinang adalah otak-otak paling enak. Otak-otak Tanjungpinang dibuat dari ikan atau sotong (cumi) yang masih segar karena baru ditangkap dari laut.  Tekstur otak-otak disini tidak kenyal tetapi agak lembut karena tidak terlalu banyak memakai tepung sagu. Dengan dibungkus daun kelapa, aroma otak-otak Tanjungpinang yang telah dipanggang sangat khas dibandingkan dengan otak-otak-otak dari daerah lain yang biasanya dibungkus daun pisang. Harum baunya langsung menyergap hidung begitu pertama kita membuka bungkusnya. Hm… :)

Di Tanjungpinang otak-otak bisa ditemui di berbagai tempat terutama di Tepi Laut dan seputar pelabuhan. Harganya sangat terjangkau yaitu Rp 1.000,- per bungkus.
Mie Lendir

Mie lendir? Mie pake lendir? Haha sama sekali bukan. Namanya sangat unik dan mungkin membuat orang-orang bertanya-tanya. Padahal mie lendir dibuat tanpa memakai lendir apapun. Mie lendir adalah mie kuning besar yang direbus bersama taoge dan dimakan bersama sebutir telur rebus yang dibelah dua. Mie ini kemudian disiram dengan kuah kacang yang kental. Makanan ini hampir mirip ketoprak. Saya belum pernah mencicipi tetapi kata teman saya rasanya sangat lezat.
Coto Makassar
Meskipun bukan masakan asli Tanjungpinang saya pertama kali mencicipi coto justru di Tanjungpinang tepatnya di dekat lapangan futsal Jalan Basuki Rahmat. Rasanya yang nikmat membuat saya ketagihan coto sampai sekarang.

Coto adalah semacam sup kental bersantan yang berisi jerohan dan daging sapi. Biasanya dimakan dengan ketupat. Cara memakannya agak unik. Ketupat dibelah dua kemudian disendoki persatu kemudian dicelup ke kuah coto.
Saat saya pergi ke Tanjungpinang terakhir kali saya mendapati bahwa coto Makassar di jalan Basuki Rahmat telah pindah ke tempat lain ;(.
Batang Buruk
Batang buruk merupakan penganan yang menjadi oleh-oleh wajib dibeli jika berkunjung ke Tanjungpinang. Mendengar namanya yang unik pasti banyak yang bertanya-tanya seperti apakah wujud makanan ini.

Batang buruk merupakan kue kering yang telah berusia ratusan tahun. Menurut legenda Wan Sinari seorang putri di kesultanan Bintan pada waktu itu jatuh cinta kepada seorang panglima muda di kerajaannya. Sayangnya sang panglima telah mencintai Wan Inta, adik kandung Wan Sinari. Untuk menghilangkan rasa sedihnya Wan Sinari menyibukkan diri dengan menghabiskan waktu di dapur istana. Tanpa sengaja dia menemukan kue yang mudah hancur jika dipegang. Kue ini akhirnya menjadi sajian resmi istana. Banyak bangsawan yang makan dengan terburu-terburu akhirnya malu jika kue yang dimakannya berhamburan di tangan sebelum masuk ke mulut. Filosofi ‘biar pecah di mulut jangan pecah di tangan’ menggambarkan bagaimana seseorang harus berhati-hati dan memperhatikan etika ketika makanan. Jika penganan tersebut berserak, mencerminkan betapa buruknya perilaku orang tersebut dalam kesehariannya. Sejak itulah penganan tersebut dinamakan dengan nama Batang Buruk yang antara nama dan cita rasanya sangat berbeda sekali. Wah..dalam sekali filosofinya ya hehe.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar